Minggu, 07 Agustus 2016

Cerpen Gaje 2

                        TETESAN PUTIH

Sudut kota Jakarta sangat ramai, untuk berjalan pun sangat sulit dan berdesakan. Apalagi  di pusat perbelanjaan seperti di Mall ini. Banyak orang yang berlalu lalang membawa belanjaan mereka. Meskipun udara cukup sejuk berada diruangan ber AC, namun tetap saja, jika berdesakan sangat tidak nyaman dan mengundang banyak kejahatan seperti copet.
Saat ini aku sedang di sibukkan oleh sesuatu yang menurutku sangat menyenangkan. Meskipun aku lelah, aku selalu di temani Feri, tanpa komentar dan keluhan apapun ia menuruti kemauan ku, dengan setelan kemeja biru toska dan jeans senada ia terlihat tampak keren dan menampakkan bentuk tubuh yang kotak-kotak hasil fittnesnya, tak lupa pula ia mengenakan kacamata nya yang membuat siapapun tergila gila.
Mataku berfocus lagi pada gaun biru yang di gantung indah di barisan paling depan. Aku meraihnya dan mengenakannya. Ketika aku memperlihatkannya kepada Feri, ia sempat melongo nyaris tidak mengedipkan mata. Ekspresinya berubah dari yang terlihat so cool kini jadi salah tingkah tak karuan. Lalu ia  hanya mengisyaratkan dengan menganggukkan kepala dan tersenyum. Dan akhirnya aku pun membelinya.
“Jika kamu peka, mungkin gaun itu akan kamu gunakan pada pernikahan kita, hehe..” gumamnya tampak samar namun aku bisa mendengarnya tapi herannya dari nada bicaranya terlihat serius.
Feri selalu jadi sahabat sejatiku. Sejak kecil kami selalu bersama, meskipun ia cukup popular di sekolah namun ia jarang bergabung dengan teman lainnya, teman laki-lakinya pun hanya beberapa ia lebih memilih bergabung bersama ku daripada temannya di ekskul Basket. Aku sangat bangga memiliki sahabat seperti dia, selain tampan dan baik ia juga sangat perhatian.
Oke sudah cukup, kembali lagi ke intinya. Kurasa semua sudah sangat lengkap. Mulai dari kado, kue, hingga gaun yang akan ku kenakan pada pesta ulang tahun pacarku yang ke 17 tahun. Dicky adalah pacarku, aku baru berpacaran sekitar satu tahunan. Meski baru satu tahun, kami tak jarang bertengkar dan putus nyambung. Kadang karena sikap Dicky yang cuek dan agak egois.
Terakhir kali kami bertengkar, karena dia. Waktu itu Dicky berjanji untuk ngejak nonton ke bioskop bareng, dan berjanji ketemuan di Taman dekat persimpangan. Namun, 2 jam menanti Dicky belum juga datang. Ketika aku menelpon nya ia malah berkata lupa. Aku sangat kesal dan akhirnya kami bertengkar.
Namun Dicky memang pandai merebut kembali hatiku, ia datang menghampiriku di taman sekolah ketika aku bersama Feri sambil membawa gitar dan memainkan lagu kesukaanku Payphone. Aku sangat terkejut, malu sekaligus senang. Dan akhirnya kami pun balikan. Memang kuno. Tapi romantis.
Berbeda dengan Feri yang begitu sangat perhatian. Namun sayang aku tidak mempunyai rasa apapun dengan Feri hanya sebuah persahabatan bisa.

Pesta di rumah Dicky pun berlangsung sangat seru dan ramai, ia begitu romantis memberiku kue potongan kedua. Aku berbincang dengannya, sedangkan yang lainya sibuk dengan makanan mereka.
Pesta yang di adakan oleh Dicky memang terliahat mahal dan berkelas. Dicky memang orang kaya. Tak heran ada pula undangan dari rekan bisnis papnya yang juga membawa anak-anak mereka kedalam pesta tersebut.
Tiba-tiba saja papanya Dicky dan seorang wanita datang menghampiri kami. Papanya memberi selamat kepada Dicky.
“Selamat ya nak, umur kamu sekarang sudah mulai dewasa “ puji papanya sambil mengelus rambut dan pundaknya
“Iya pa, makasih “ jawabnya dengan senyum semangat
Aku memperhatiakan wanita yang ada di sebelahnya. Sepertinya ia hendak melakukan sesuatu kepada Dicky. Benar saja dugaanku
“Selamat ya, sayang “ ucapnya sambil mencium pipi kiri kanan Dicky. Sambil tersenyum licik kearaku. Dicky hanya diam tak berdaya
Aku tak bisa menyembunyikan kekesalanku. Dan segera pergi. Aku berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat itu, sambil menangis sesegukan. Dari arah belakang Feri ikut berlari kearahku dan menghentikanku.
“Kamu mau kemana? Pesta baru saja dimulai?” tanyanya sambil bernapas naik turun
Aku masih saja meneteskan air mata “ kamu nangis?. Memangnya ada apa” tanyanya sedikit khawatir. Tangannya mengusap lembut air mata ku yang membanjiri pipi ku.
Hanya Feri lah tempatku curhatku, jadi mau tidak mau kuceritkan semuanya, ia terlihat sangat gemas dan garang. Namun aku menahan emosinya. Dan akhirnya akupun memutuskan untuk pulang saja.
Dalam perjalanan pulang aku sangat lapar. Karena di pesta tadi aku belum sempat makan, akhirnya Feri mengajakku membeli jagung bakar. Kami duduk dan makan bersama di pinggiran jalan. Meki sedih, jika ada Feri di dekatku aku merasa sangat aman.
***
Aku dan Feri duduk dibawah pohon dekat taman sekolah, senang sekali rasanya memperhatikan anak kecil yang sedang main sepak bola. Mereka seolah olah tidak mempunyai beban dan bermain lepas tanpa penat.
Dicky pun datang menghampiriku dan mengajakku bicara untuk menjelaskan mengenai hal tadi malam. Semula aku menolaknya namun ia begitu memaksa. Feri terlihat sangat emosi, namun ia tahu batasan. Dan segera pergi meninggalkan kami berdua
Akhirnya Dicky menjelaskan semuanya. Ia berkata bahwa yang semalam tadi adalah keponakanya yang tinggal di Singapur,
“Tapi kenapa dia memelukmu?” tanyaku dengan wajah yang tidak memandangnya
“Kamu kan tahu sendiri, kebiasaan orang Singapur itu kayak gitu”
Entah mengapa aku ingin selalu memaafkan Dicky, meski ia tak jarang menyakiti perasaanku.
                                                              #
Malamnya, dirumahku aku mengerjakan tugas bersama Feri. Ia memang sering mengerjakan tugas bersama ku. Setelah tugas selesai ia tidak seperti biasanya langsung pulang. Ia menanyakan sesuatu, namun ia terlihat serius
“Din, tadi Dicky ngomong apa sama kamu?”
“Oh, ternyata yang semalam di pesta Dicky itu adalah keponakanya dari Singapur” ucapku semangat
“Trus kamu percaya? “ aku mengangguk pasti
Ia bangkit sambil menghentakkan meja “ Kamu gimana sih.. mau aja di bohongin orang kayak gitu !” seketika aku kaget
“Dia itu udah bohongin kamu !” nadanya meninggi.
“A apa? Aku tidak percaya ini Feri” batinku
Aku semakin takut, baru kali ini aku telah membuat Feri marah. Aku sebisa mungkin menjawab “Aku percaya sama dia!” . Feri terbelalak
“Kamu sendiri kan yang bilang kalau pacaran itu saling percaya, ya.. aku percaya sama Dicky” ucapku sambil memandang wajahnya
“Ya, tapi nggak kayak gini Dinda, dia bukan sekali dua kali menyakiti kamu, dia itu bajingan!! Kamu tau nggak” amarahnya meluap
“Ti tidak.. ini bukan Feri yang selama ini aku kenal, ia tak mudah marah, ia begitu perhatian dan ia begitu… “Batinku menahan sakit
“Diaaam..dia tidak seperti kamu pikirkan” aku tak bisa sembunyikan emosiku lagi, sudah saatnya aku berontak
 Dia terlihat tertunduk dan berusaha menahan semuanya. Ketika kutangkap wajahnya meneteskan air mata. Ia mulai berbicara lagi namun kali ini dengan nada yang rendah
“Din, sebenarnya aku begini itu karena aku suka sama kamu, aku sayang sama kamu dan aku ingin kamu berada di sisiku” ucapnya tulus
“Sejak kapan kamu mulai menyukaiku…” jawabku lirih tak percaya
“Aku nggak tahu pasti, tapi kebersamaan kita yang membuat aku yakin”
“Tapi aku masih suka sama Dicky..”
“Dicky itu bajingan Din..” nadanya meninggi lagi
  Entah dorongan dari mana seketika aku menampar pipi Feri yang masih menyisakan air mata. Ia reflex dan memegang tangan ku. “ Din, aku cinta sama kamu” jelasnya
“Lepasin tanganku, aku tetap memilih Dicky, lebih baik kamu pergi meninggalkan ku sekarang.. pergi!!” emosi ku meluap-luap sudah tak terbendung lagi
“Tapi Din..” ucapnya memohon
“Cepat pergi…” teriakku sekali lagi
Ia tertunduk dan merapikan bukunya dengan wajah yang sangat tidak enak. Ia berubah sekatika semula kuangggap sebagai malaikat penolongku, kini menjelma menjadi srigala buas
“Oke, jika itu mau kamu, aku akan pergi. Dan jangan harap kamu dapat melihat wajahku lagi. Aku akan pergi untuk kamu” ancamnya
Ia telah pergi tapi..tapi kenapa aku seperti tidak rela, apa yang membuatku seperti ini, aku tadi yang menyuruhnya pergi, tapi kenapa perasaan ku memintanya untuk tetap tinggal.
Selepas kepergiannya aku hanya menangisi semua kejadian tadi, mengapa hubungan persahabatan yang begitu lama, bisa putus dalam hitungan menit hanya karena  masalah percintaan. Aku takut ucapannya benar-benar terjadi, aku masih ingin melihat wajahnya.
***
Dicky memang cowok bajingan, ia tertangkap basah sedang berpacaran di Taman ketika aku melewati taman tersebut. Ini sudah tidak bisa dimaafkan. Akhirnya aku putus dengan Dicky. Kini tak ada lagi yang menghiburku ketika sedih, aku sangat kehilangan sosok Feri.
Sejak peristiwa yang mencekam itu aku benar-benar tidak melihat wajahnya lagi. Ia benar-benar pergi. Ku beranikan diri untuk bertanya, ternyata ia pindah ke Surabaya. Entah dimana aku bisa menemukannya,
Yang kubisa hanya menangisi kepergiannya. Tak kusangka orang yang menghiasai hariku kini telah pergi entah kemana. Tak ada yang mampu mengisi kekosongan hatiku selain dia. Ini bagaikan palu yang memukulku kedalam. Sungguh sakit kehilangan orang yang sebenarnya aku sayangi.
Tahun berbilang tahun,,, laki-laki silih berganti menghiasi hariku, namun semua terasa hambar tanpa Feri disisiku. Aku jadi teringat perkataan Feri sewaktu di Mall ia berkata ““ Jika kamu peka, mungkin gaun itu akan kamu gunakan pada pernikahan kita.” aku menangis sejadi-jadinya mengingat itu
Dari email yang terkirim hari ini Feri akan datang menemuiku. Aku sangat bersemangat aku mengenakan gaun biru itu, lagi. Aku menyiapkan kata-kata untuk menerima Feri sebagai pacarku.
Tapi ternyata apa?! Ia datang membawa undangan pernikahannya dengan Intan. Ia terlihat begitu bahagia. Aku hanya tercengang mendengar perkataannya. Ia telah jauh beranjak melupakanku. Sementara aku tak beranjak sedikitpun.
Ketika ia pergi pun aku tak sanggup membendung air mataku dan menangis sejadi-jadinya, betapa beruntung wanita yang bersamanya. Andai waktu berulang….
            Rintik hujan menambah suasana hatiku tambah pilu. “Hujan… mengapa ini semua begitu menyesakkan….?”


THE ENDsss

Tidak ada komentar:

Posting Komentar