Minggu, 07 Agustus 2016

Cerpen Gaje 3

BACK TO DESEMBER

Matahari baru saja beranjak dari tempatnya, terdengar kicauan khas burung di pohon. Terlihat dari kejauhan segerombol manusia yang sedang ber jogging  melewati pemukiman penduduk. Udara sejuk masuk melalui pori-pori kulitku, bunga-bunga liar yang tumbuh menggerombol ini indah dan sangat menyejukkan mata, dengan semangat kutarik nafas dalam-dalam udara yang begitu segar terasa nikmat mengalir disepanjang alur pernafasanku.
Ku nyalakan music dan kupasang aerophone ditelingaku. Begitu indah lantunan nasyid terdengar lembut dan menyejukkan hati.Kujangkau tubuhku untuk duduk di bangku taman. Hari ini minggu pagi yang menyenangkan, tak ada jadwal yang serius hari ini. Hanya mempercepat kholas ku dan memanjakan diri setelah sekian lamanya menanti hari minggu. Sungguh, pemandangan yang tak akan bisa kusaksikan dihari selain hari minggu.
Saat sedang asyik mengagumi indahnya ciptaan Allah, tak sengaja tanganku menyentuh sesuatu yang berada tidak jauh dari tempatku duduk. “Sebuah kamera!” seruku dalam hati. Suasana masih cukup pagi, siapa yang se pagi ini sudah meninggalkan kamera. Kuperhatikan di sekelilingku, sebagian besarnya hanya berolahraga. Lalu milik siapa kamera ini.
Ketika sedang mengira-ngira milik siapa. Tiba tiba dari arah belakang terdengar suara yang asing.
            “Permisi.. ukhti “ Ucapnya santun dan lembut
            “Iya ada apa? “Jawabku sambil menundukkan pandangan
            “Tadi saya lupa mengambil kamera yang saya letakkan disini” ucapnya sambil menunjuk kamera yang saat ini aku sentuh.
            Entah hanya dalam beberapa detik aku melupakan sesuatu yang baru saja ku temui. Jangan sangka karena aku tertegun melihatnya, aku hanya kaget. Cukup.
            “Mmm.. iya ini saya baru saja melihatnya” kuberikan kamera tersebut dan ia pun mengambilnya dengan hati-hati takut tersentuh oleh tanganku
            “Syukron” Ucapnya tulus dan teduh
            “Afwan” Ucapku sambil tersenyum sekilas melihat wajahnya. Entah kenapa ia tersentak
            “Kenapa? “ Tanyaku penasaran
            “A..Arumi? “tanyanya
            “Iya.. kok akhi tau”
            “Ukhti tidak kenal saya? Kita satu kampus kok satu kelas malah?” tanyanya dengan posisi yang masih berada dibelakangku
            “Maaf, saya suka lupa” jawabku tersenyum. Lalu ia membenarkan posisinya berada didepanku
            “Oh.. wajar kok kalau ukhti tidak tahu” ucapnya
            “Maaf “ Ucapku sekali lagi    
            “Kalau gitu, mari kita kenalan. Ukhti Arumi, perkenalkan nama saya Imam” ucapnya tersenyum tegas sambil merapatkan kedua tangannya didada isyarat untuk bersalaman
            “Oh.. Akhi Imam. Salam kenal “ ucapku sambil merapatkan kedua tangan pula
            Kami berbincang cukup lama. Imam banyak bertanya ini itu, begitu juga aku. Ia ternyata selain kuliah ia bekerja part time sebagai salah satu fotographer majalah
            “Ukhti, saya mau tanya ukhti suka sama bunga kan?” tanya Imam yang entah mengapa membuatku tersentak
            Aku mengangguk juga akhirnya
            “Kalau gitu Ukhti suka bunga apa?” tanya sambil tersenyum kecil. Tapi tak bisa kupungkiri. Senyumnya manis. Tidak, maksudnya lesung pipitnya yang manis.
            “Semua bunga saya suka akhi”
            “Yang paling ukhti suka saja”
            “Saya suka sama Bunga Desember”
            “Alasannya apa Ukhti?”
            “Karena menurut saya Bunga Desember itu indah dan seperti seorang Wanita akhi”
            “Maksudnya ?”
            “Bunga ini sebelum berbunga seolah tidak ada atau lenyap hanya ada umbinya saja, tapi setelah berbunga lingkungan akan tampak indah dan semerbak karena bunganya unik seperti kembang api, juga warnanya mencolok. Selain itu bunga ini hanya tumbuh sekali selama satu tahun dan itupun hanya dapat bertahan 7 hari saja”
            Imam mengangguk ragu “Lalu apa persamaannya dengan seorang wanita, ukhti?”
            “Seorang Wanita didunia ini mempunyai dua pilihan akhi, pertama menjadi wanita seutuhnya yang tidak terlalu menonjolkan dirinya pada dunia dan seorang wanita karir. Pada keduanya sebenarnya memiliki kesamaan”
            “Lalu?”
            “Perbedaannya hanya pada kepada siapa seharusnya ia menampakkan keindahan yang ada pada dirinya. Karena sejatinya keindahan tersebut tidaklah dapat bertahan lama”
            “Jadi maksud Ukhti seharusnya seorang perempuan itu seperti bunga desember yang sebelum berbunga indah ia bersembunyi di dalam tanah. Dan keindahan sejatinya hanya di tunjukkan kepada yang berhak. Sebab keindahan tersebut tidak bertahan lama?”
            Aku hanya mengangguk “Iya akhi. Akhi paham juga”
            “Jadi selama ini ukhti jarang bersosialisasi dengan teman laki - laki. Sampai tidak mengenal aku, tidak jauh dari alasan Bunga Desember “ tanyanya penasaran
            “Tidak juga akhi, aku hanya tidak percaya diri saat berbicara dengan lawan jenis apalagi menatap matanya”
            “Oh “ Ucapnya sambil menatap sekeliling, mungkin ia bingung sedari tadi kami ngobrol ia belum kupersilahkan duduk di sebelahku
            “Ukhi, 2 bulan lagi kita wisuda. Aku berniat melamar Ukhti..”
            Aku kaget bukan kepalang. Seperti disambar petir dipagi yang cerah. Kulihat wajahnya sebentar, tapi tidak ada guratan bercanda di wajahnya. Yang ada tatapan serius.
            “Kita baru saja kenal..”
            “Apa salahnya Ukhti, kita Ta’arufan”
***
            Sejak hari minggu itu, tidak ada lagi hari minggu yang menyenangkan berikutnya. Silih berganti dengan perasaan perasaan yang tidak tenang. Berganti dengan paper – paper yang bejibun.
            Sudut kota Jakarta sangat ramai dan jauh dari kata ketenangan. Tapi berbeda dengan tempatku berada saat ini. Di CafĂ© ini aku dapat merasakan ketenangan. Sambil menghirup Coffie Latte yang masih panas aku menikmati lantunan music yang indah dari Taylor Swift – Back to Desember. Desember ? Tiba – tiba aku teringat sesuatu mengenai Bulan Desember. Ah.. sepertinya bukan saat ini saja aku mengingatnya. Bahkan setiap saat.
            Hari ini sudah 5 tahun sejak minggu yang bahagia itu. Entah bahagia atau kecemasan. Hari itu hari pertama aku berbincang dengannya dan pada saat itu pula ia langsung mengatakan ingin berta’arufan denganku.
            Tapi kenapa sehari setelah itu pula ia menghilang. Yang kurasakan seperti dipermainkan. Aku mencoba mengabaikan hal itu, tapi yang kurasakan aku mencarinya. Ya Allah… hapuskanlah cinta dunia yang menyakitkan ini.
            Lantunan Back to Desember nya Taylor Swift baru saja usai. Tanpa sengaja aku meneguk Coffie Latte terakhirku. Sebelum seorang datang menghampiriku. Saat itu penglihatanku masih buram karena efek kacamataku yang berembun
            Semakin mendekat semakin aku mengenalnya. Bagaimana tidak, hanya ia laki-laki yang hadir dalam hidupku setelah Abi dan Kakak ku. Ia tampak elegan dengan kemeja dan jas biru donkernya. Ditambah lesung pipit yang muncul meski hanya tersenyum kecil. Namun, terlihat manis. Astagfirullah.. zina mata !!
            “Assalamu’alaikum” ucapnya lembut meneduhkan jiwa
            “Wa’alaikum salam” aku menjawabnya sambil menahan kebahagiaan sekaligus kesedihan. Kebahagiaan karena dia datang lagi dihidupku dan kesedihan jika mengetahui ia datang hanya untuk bertegur sapa.
            “Ini untuk Ukhti Arumi “ sambil memberikan pot bunga yang berisi Bunga Desember
            “Ini untuk apa Akhi?”
            “Ini untuk Ukhti, masa ukhti tidak mengerti”
            “Aku memang sulit dimengerti. Tapi menurut aku Akhi lah yang sulit di mengerti” Ucapku sambil tertunduk. Kecewa hadir meliputi diriku
            “Kok Ukhti jadi sensitive? Aku sudah susah payah loh menanamnya. Kan ukhti tahu sendiri bunga ini hanya tumbuh di bulan desember ini”
            “Akhi kenapa sih nyebelin banget, dulu akhi melamarku dan mengajak ku ta’arufan tapi kenapa akhi pergi gitu aja” ucapku to the point
            “Maaf, untuk waktu itu. Aku pergi menjauhimu agar keindahanmu tetap terjaga ukhti, seperti bunga Desember ini”
            Aku hanya diam mendengarkan ucapannya selanjutnya
            “Aku berusaha memantaskan diriku untukmu, ukhti. Kini aku sudah memiliki rizqi yang cukup untuk menafkahi kamu kelak agar kamu tetap menjadi wanita seutuhnya. Yang selalu menyembunyikan keindahannya, namun menampakkannya hanya pada yang berhak. Tapi ukhti menungguku kan? Atau sejak saat itu ukhti jatuh cinta sama aku?”
            “5 tahun bukan waktu yang sebentar Akhi..”
            “Jangan bilang Ukhti sudah menikah” wajahnya terlihat cemas. Lucu sekali rasanya meihat ia cemas seperti itu. Aku hanya menunduk, aku ingin mengetahui ekspresi selanjutnya
            “Ya Allah.. seharusnya waktu itu aku bersepakat untuk saling menjaga” kini Imam terlihat putus asa dan meletakkan pot berisi bunga desember itu dimeja
            “Baiklah, aku akan mencoba ikhlas. Tapi ukhti benar sudah menikah?”
            “Segera. Jika orang itu tidak menghilang lagi”
            “Aku kah orang itu?” tanyanya. Aku hanya mengangguk
            “Terima kasih Arumi telah menungguku dengan begitu sabar. Semoga bersamaku mekarmu tidak hanya sementara tapi selamanya dihatiku” ucapnya sambil tersenyum bahagia.

Desember yang bahagia dan Bunga desember yang bersahaja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar