BACK TO DESEMBER
Matahari
baru saja beranjak dari tempatnya, terdengar kicauan khas burung di pohon.
Terlihat dari kejauhan segerombol manusia yang sedang ber jogging melewati pemukiman
penduduk. Udara sejuk masuk melalui pori-pori kulitku, bunga-bunga liar yang
tumbuh menggerombol ini indah dan sangat menyejukkan mata, dengan semangat
kutarik nafas dalam-dalam udara yang begitu segar terasa nikmat mengalir
disepanjang alur pernafasanku.
Ku
nyalakan music dan kupasang aerophone ditelingaku. Begitu indah lantunan nasyid
terdengar lembut dan menyejukkan hati.Kujangkau tubuhku untuk duduk di bangku
taman. Hari ini minggu pagi yang menyenangkan, tak ada jadwal yang serius hari
ini. Hanya mempercepat kholas ku dan memanjakan diri setelah sekian lamanya
menanti hari minggu. Sungguh, pemandangan yang tak akan bisa kusaksikan dihari
selain hari minggu.
Saat
sedang asyik mengagumi indahnya ciptaan Allah, tak sengaja tanganku menyentuh sesuatu
yang berada tidak jauh dari tempatku duduk. “Sebuah kamera!” seruku dalam hati.
Suasana masih cukup pagi, siapa yang se pagi ini sudah meninggalkan kamera.
Kuperhatikan di sekelilingku, sebagian besarnya hanya berolahraga. Lalu milik
siapa kamera ini.
Ketika
sedang mengira-ngira milik siapa. Tiba tiba dari arah belakang terdengar suara
yang asing.
“Permisi.. ukhti “ Ucapnya santun dan lembut
“Iya ada apa? “Jawabku sambil menundukkan pandangan
“Tadi saya lupa mengambil kamera yang saya letakkan disini”
ucapnya sambil menunjuk kamera yang saat ini aku sentuh.
Entah hanya dalam beberapa detik aku melupakan sesuatu
yang baru saja ku temui. Jangan sangka karena aku tertegun melihatnya, aku
hanya kaget. Cukup.
“Mmm.. iya ini saya baru saja melihatnya” kuberikan
kamera tersebut dan ia pun mengambilnya dengan hati-hati takut tersentuh oleh
tanganku
“Syukron”
Ucapnya tulus dan teduh
“Afwan” Ucapku sambil tersenyum sekilas melihat wajahnya.
Entah kenapa ia tersentak
“Kenapa? “ Tanyaku penasaran
“A..Arumi? “tanyanya
“Iya.. kok akhi tau”
“Ukhti tidak kenal saya? Kita satu kampus kok satu kelas
malah?” tanyanya dengan posisi yang masih
berada dibelakangku
“Maaf, saya suka lupa” jawabku tersenyum. Lalu ia
membenarkan posisinya berada didepanku
“Oh.. wajar kok kalau ukhti tidak tahu” ucapnya
“Maaf “ Ucapku sekali lagi
“Kalau gitu, mari kita kenalan. Ukhti Arumi, perkenalkan
nama saya Imam” ucapnya tersenyum tegas sambil merapatkan kedua tangannya
didada isyarat untuk bersalaman
“Oh.. Akhi Imam. Salam kenal “ ucapku sambil merapatkan
kedua tangan pula
Kami berbincang cukup lama. Imam banyak bertanya ini itu,
begitu juga aku. Ia ternyata selain kuliah ia bekerja part time sebagai salah satu fotographer majalah
“Ukhti, saya mau tanya ukhti suka sama bunga kan?” tanya
Imam yang entah mengapa membuatku tersentak
Aku mengangguk juga akhirnya
“Kalau gitu Ukhti suka bunga apa?” tanya sambil tersenyum
kecil. Tapi tak bisa kupungkiri. Senyumnya manis. Tidak, maksudnya lesung
pipitnya yang manis.
“Semua bunga saya suka akhi”
“Yang paling ukhti suka saja”
“Saya suka sama Bunga Desember”
“Alasannya apa Ukhti?”
“Karena menurut saya Bunga Desember itu indah dan seperti
seorang Wanita akhi”
“Maksudnya ?”
“Bunga ini sebelum berbunga seolah tidak ada atau lenyap
hanya ada umbinya saja, tapi setelah berbunga lingkungan akan tampak indah dan
semerbak karena bunganya unik seperti kembang api, juga warnanya mencolok.
Selain itu bunga ini hanya tumbuh sekali selama satu tahun dan itupun hanya
dapat bertahan 7 hari saja”
Imam mengangguk ragu “Lalu apa persamaannya dengan
seorang wanita, ukhti?”
“Seorang Wanita didunia ini mempunyai dua pilihan akhi,
pertama menjadi wanita seutuhnya yang tidak terlalu menonjolkan dirinya pada
dunia dan seorang wanita karir. Pada keduanya sebenarnya memiliki kesamaan”
“Lalu?”
“Perbedaannya hanya pada kepada siapa seharusnya ia
menampakkan keindahan yang ada pada dirinya. Karena sejatinya keindahan
tersebut tidaklah dapat bertahan lama”
“Jadi maksud Ukhti seharusnya seorang perempuan itu
seperti bunga desember yang sebelum berbunga indah ia bersembunyi di dalam
tanah. Dan keindahan sejatinya hanya di tunjukkan kepada yang berhak. Sebab
keindahan tersebut tidak bertahan lama?”
Aku hanya mengangguk “Iya akhi. Akhi paham juga”
“Jadi selama ini ukhti jarang bersosialisasi dengan teman
laki - laki. Sampai tidak mengenal aku, tidak jauh dari alasan Bunga Desember “
tanyanya penasaran
“Tidak juga akhi, aku hanya tidak percaya diri saat
berbicara dengan lawan jenis apalagi menatap matanya”
“Oh “ Ucapnya sambil menatap sekeliling, mungkin ia
bingung sedari tadi kami ngobrol ia belum kupersilahkan duduk di sebelahku
“Ukhi, 2 bulan lagi kita wisuda. Aku berniat melamar
Ukhti..”
Aku kaget bukan kepalang. Seperti disambar petir dipagi
yang cerah. Kulihat wajahnya sebentar, tapi tidak ada guratan bercanda di
wajahnya. Yang ada tatapan serius.
“Kita baru saja kenal..”
“Apa salahnya Ukhti, kita Ta’arufan”
***
Sejak hari minggu itu, tidak ada lagi hari minggu yang menyenangkan
berikutnya. Silih berganti dengan perasaan perasaan yang tidak tenang. Berganti
dengan paper – paper yang bejibun.
Sudut kota Jakarta sangat ramai dan jauh dari kata
ketenangan. Tapi berbeda dengan tempatku berada saat ini. Di Café ini aku dapat
merasakan ketenangan. Sambil menghirup Coffie Latte yang masih panas aku
menikmati lantunan music yang indah dari Taylor Swift – Back to Desember. Desember
? Tiba – tiba aku teringat sesuatu mengenai Bulan Desember. Ah.. sepertinya
bukan saat ini saja aku mengingatnya. Bahkan setiap saat.
Hari ini sudah 5 tahun sejak minggu yang bahagia itu.
Entah bahagia atau kecemasan. Hari itu hari pertama aku berbincang dengannya
dan pada saat itu pula ia langsung mengatakan ingin berta’arufan denganku.
Tapi kenapa sehari setelah itu pula ia menghilang. Yang kurasakan
seperti dipermainkan. Aku mencoba mengabaikan hal itu, tapi yang kurasakan aku
mencarinya. Ya Allah… hapuskanlah cinta dunia yang menyakitkan ini.
Lantunan Back to Desember nya Taylor Swift baru saja usai. Tanpa sengaja aku meneguk Coffie
Latte terakhirku. Sebelum seorang datang menghampiriku. Saat itu penglihatanku
masih buram karena efek kacamataku yang berembun
Semakin mendekat semakin aku mengenalnya. Bagaimana
tidak, hanya ia laki-laki yang hadir dalam hidupku setelah Abi dan Kakak ku. Ia
tampak elegan dengan kemeja dan jas biru donkernya. Ditambah lesung pipit yang
muncul meski hanya tersenyum kecil. Namun, terlihat manis. Astagfirullah.. zina
mata !!
“Assalamu’alaikum” ucapnya lembut meneduhkan jiwa
“Wa’alaikum salam” aku menjawabnya sambil menahan
kebahagiaan sekaligus kesedihan. Kebahagiaan karena dia datang lagi dihidupku
dan kesedihan jika mengetahui ia datang hanya untuk bertegur sapa.
“Ini untuk Ukhti Arumi “ sambil memberikan pot bunga yang
berisi Bunga Desember
“Ini untuk apa Akhi?”
“Ini untuk Ukhti, masa ukhti tidak mengerti”
“Aku memang sulit dimengerti. Tapi menurut aku Akhi lah
yang sulit di mengerti” Ucapku sambil tertunduk. Kecewa hadir meliputi diriku
“Kok Ukhti jadi sensitive? Aku sudah susah payah loh
menanamnya. Kan ukhti tahu sendiri bunga ini hanya tumbuh di bulan desember ini”
“Akhi kenapa sih nyebelin banget, dulu akhi melamarku dan
mengajak ku ta’arufan tapi kenapa akhi pergi gitu aja” ucapku to the point
“Maaf, untuk waktu itu. Aku pergi menjauhimu agar
keindahanmu tetap terjaga ukhti, seperti bunga Desember ini”
Aku hanya diam mendengarkan ucapannya selanjutnya
“Aku berusaha memantaskan diriku untukmu, ukhti. Kini aku
sudah memiliki rizqi yang cukup untuk menafkahi kamu kelak agar kamu tetap
menjadi wanita seutuhnya. Yang selalu menyembunyikan keindahannya, namun
menampakkannya hanya pada yang berhak. Tapi ukhti menungguku kan? Atau sejak
saat itu ukhti jatuh cinta sama aku?”
“5 tahun bukan waktu yang sebentar Akhi..”
“Jangan bilang Ukhti sudah menikah” wajahnya terlihat
cemas. Lucu sekali rasanya meihat ia cemas seperti itu. Aku hanya menunduk, aku
ingin mengetahui ekspresi selanjutnya
“Ya Allah.. seharusnya waktu itu aku bersepakat untuk
saling menjaga” kini Imam terlihat putus asa dan meletakkan pot berisi bunga
desember itu dimeja
“Baiklah, aku akan mencoba ikhlas. Tapi ukhti benar sudah
menikah?”
“Segera. Jika orang itu tidak menghilang lagi”
“Aku kah orang itu?” tanyanya. Aku hanya mengangguk
“Terima kasih Arumi telah menungguku dengan begitu sabar.
Semoga bersamaku mekarmu tidak hanya sementara tapi selamanya dihatiku” ucapnya
sambil tersenyum bahagia.
Desember yang bahagia
dan Bunga desember yang bersahaja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar